Tambakrejo adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Tongas,
Kabupaten Probolinggo, provinsi Jawa Timur, Indonesia. Tambakrejo
merupakan salah satu desa di Kec. Tongas yang terletak di pantai Selat
Madura.
KOTA PROBOLINGGO
Perlu kita ketahui bersama Kota Probolinggo adalah kota yang memiliki
berbagai macam potensi dasar dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai macam aspek dan potensi yang dimiliki seperti potensi
perikanan, pertanian dan kebudayaan sebagai salah satu aset untuk
membangun kota Probolinggo. Jika kita berbicara tentang kebudayaan,
kebudayaan adalah aset yang sangat peka dan wajib dimiliki oleh setiap
daerah karena budaya sendiri adalah suatu hasil dari pola tingkah laku
yang didapat dan disampaikan melalui berbagai macam bentuk, seperti
melalui kesenian, adat-istiadat bahkan kebiasaan yang sudah mendarah
daging dan membentuk suatu kepribadian yang dilakukan baik individu
maupun kelompok tertentu.
Hal ini senada dengan Drs. Priyono yang menegaskan bahwa kebudayaan
adalah sesuatu yang pasti dimiliki oleh semua daerah, termasuk kota
Probolinggo. Pemikiran bahwa kebudayaan sebagai aset pariwisata daerah
sangat perlu dimantabkan, karena kebudayaan yang ada tidak sekedar yang
tumbuh dari masyarakat, tetapi harus dibangun dikembangkan, Beberapa
unsur kebudayaan yang ada di kota ini, hampir semuanya berpotensi
menjadi sebuah materi pariwisata. Sebagaimana pengertian kebudayaan
adalah sistem tingkah laku yang telah diatur bersama dan didukung oleh
pemikiran dan nilai-nilai yang mempunyai beberapa fungsi untuk mengawal
dan mengatur kehidupan individu dan masyarakat.
Setelah memahami apa arti sebenarnya dari Kebudayaan maka sudah
sepatutnya kita mengetahui Seni dan Budaya apa saja yang sebenarnya
sudah dimiliki oleh Kota Probolinggo yang mampu menumbuh kembangkan
aspek Pariwisata. Baik dari sisi Kesenian, Tradisi hingga Adat istiadat.
- Jaran Bodhag dan Jaran Kencak
Jaran Bodhag dalam terminologi bahasa Jawa “Jaran” berarti kuda dan
“bodhak” (bahasa Jawa dialek Jawa Timur, khususnya wilayah Timur)
berarti wadah, bentuk lain. Walaupun belum diketahui angka tahun yang
pasti sejak kapan kesenian “Jaran Bodhag” ini mulai diciptakan dan
dikenal oleh masyarakat kota Probolinggo, namun dari beberapa sumber
diketahui bahwa “Jaran Bodhag” diciptakan oleh orang-orang kota
Probolinggo pada zaman awal kemerdekaan.
Pada waktu itu orang-orang Probolinggo, terutama orang-orang
pinggiran dan miskin mendambakan suatu seni pertunjukan. Seni
pertunjukan yang populer di kalangan masyarakat kota Probolinggo adalah
“Jaran Kencak”, yakni kuda (jaran) yang “ngencak” (menari). “Jaran
Kencak” sebutan dalam dialek lokal untuk menyebut “Kuda Menari”, sejenis
pertunjukkan yang menggunakan kuda yang dilatih khusus untuk menari dan
dirias dengan pakaian serta aksesoris lengkap.
Pada kalangan masyarakat miskin, yang karena kemiskinannya mereka
tidak mampu memiliki atau menyewa kuda untuk “Jaran Kencak” ini, mereka
membuat modifikasi Jaran Kencak dengan jaran (kuda) tiruan. Terbuat dari
kayu menyerupai kepala kuda sampai leher, kemudian leher kuda kayu itu
disambung dengan peralatan lengkap dengan aksesoris mirip “Jaran Kencak”
asli, yang memungkinkan seseorang dapat berdiri di dalam dan
dikelilingi aksesoris kuda. “Penunggang” kuda seolah-olah naik kuda,
padahal ia berdiri dan berjalan (dengan kaki sendiri ) dengan menyangga
leher kepala kuda lengkap dengan aksesorisnya sehingga dari jauh mirip
orang yang naik “Jaran Kencak” itulah yang disebut dengan “Jaran
Bodhag”.
Pada saat ini “Jaran Bodhak” masih populer di kalangan masyarakat
kota Probolinggo. Dan kesenian ini biasanya digunakan untuk mengiringi
dan mengarak acara hajatan, pernikahan, khitanan, dan sebagainya.
Menurut Bpk. Priyono bentuk penyajian kesenian ini adalah arak-arakan di
jalan maupun di halaman rumah. Kesenian ini tumbuh dan berkembang di
mayarakat Probolinggo yang sampai sekarang masih aktif untuk mengadakan
kegiatan pembinaan dan pementasan. Penyajian kesenian ini diiringi
dengan musik tradisional yang terdiri dari kenong, gong, kendang, dan
sronen. Jaran Bodhag dibawa oleh dua orang dengan sebutan janis dan
penunggang jaran. Dalam penyajiannya juga ditampilkan tembang-tembang
tradisi khas Jaran Bodhag dengan pakaian penuh gemerlapan, menarik,
unik, yang didesain sendiri oleh pemiliknya dengan segala kemampuan
estetiknya. Siapapun bisa naik Jaran Bodhag, karena gerakannya tidak
rumit, tinggal mengikuti irama yang muncul dari musik kenong telo’.
Keberadaan kesenian Jaran Bodhag ini merata diseluruh Kecamatan Kota
Probolinggo.
- Ludruk
Ludruk merupakan satu bentuk pementasan drama kehidupan yang
disajikan dengan pendekatan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Timur
pada umumnya. Lain halnya dengan kesenian ketoprak yang dalam
penyajiannya menampilkan cerita legenda atau sejarah yang dikemas apik
dengan memakai busana dan bahasa jawa, ludruk lebih mengedepankan cerita
heroik dengan setting kebanyakan mengenai kehidupan masyarakat Jawa
Timur.
Ludruk tumbuh dan berkembang hampir di semua daerah di Jawa timur
bagian timur, termasuk di daerah Probolinggo. Tampilan ludruk khas
Probolinggo jelas memiliki perbedaan dibandingkan dengan ludruk-ludruk
di Surabaya atau di daerah lainnya, yakni pada bahasa yang dipakai.
Ludruk di Probolinggo menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang dicampur dengan
bahasa Madura Pesisiran, baik dalam bentuk kidungan ataupun dialog para
pemainnya. Walaupun dari segi bahasa yang dipakai berbeda, tetapi dalam
hal pakem masih memiliki cerita yang sama. Hanya di beberapa bagian
atau adegan diselipkan adegan tambahan yang bercirikan Probolinggo. Dan
kesenian ludruk ini sering ditemui pada acara-acara hajatan.
Ludruk merupakan Seni pertunjukan yang lebih menonjolkan drama
kehidupan sehari hari dengan model garap lawakan, Walaupun Ludruk juga
kadang membawakan cerita legenda dan sejarah, keberadaannya cukup
mewarnai dan menjadi hiburan masyarakat yang menarik. Ludruk adalah
kesenian tradisi yang masih hidup di kota Probolinggo, kesenian peran
yang bisa menggunakan segala bahasa, jawa, madura, Indonesia atau
inggris sekalipun, juga enak dan pantas-pantas saja ketika menggunakan
bahasa campuran.
- Ojung
Tradisi Ojung adalah tradisi saling pukul badan dengan menggunakan
senjata rotan yang dimainkan oleh dua orang. Kedua peserta Ojung akan
saling bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta satu memukul,
maka lawannya akan berusaha menangkis dan menghindar.
Tradisi ini memang mirip dengan olahraga Pedang Hanggar, dimana warga
diajak beradu teknik dan kemampuan saling memukul dengan menggunakan
sebilah rotan. Terdapat aturan permainan dalam tradisi ini, yakni setiap
pemain memiliki jatah memukul dan menangkis masing-masing 3 kali. Bagi
siapa yang banyak mengenai lawannya ketika memukul maka dialah yang
menang.
Tradisi ini memiliki tujuan untuk menghindari datangnya bencana alam
atau tolak bala’ dan selalu diselenggarakan pada setiap tahun. Keunikan
lainnya dari tradisi ini adalah sebelum acara dimulai, warga selalu
melakukan ritual terlebih dahulu berupa permohonan do’a kepada yang Maha
Kuasa, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tanpa
ganjalan yang tidak diinginkan.
- Karapan Sapi Brujul
Karapan Sapi Brujul sebenarnya bermula dari keseharian petani
membajak sawahnya. Kemudian dikembangkan menjadi perlombaan yang
diadakan pada setiap musim tanam padi tiba. Karapan Sapi Brujul ini
dilaksanakan di area persawahan.
Setiap sapi yang memenangkan perlombaan Karapan Sapi Brujul, dapat
dipastikan memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Sehingga sapi yang
mengikuti perlombaan ini dipastikan memiliki kualitas yang cukup baik.
Tidak heran jika perlombaan ini sampai mengeluarkan biaya yang cukup
besar.
Karena antusias masyarakat yang cukup besar, Karapan Sapi Brujul ini
dijadikan sebagai obyek wisata kota Probolinggo. Sekarang ini perlombaan
ter-sebut tidak lagi dilaksanakan pada musim tanam padi saja, namun di
luar musim tersebut juga sering diselenggarakan.
- Karapan Kambing
Karapan Kambing, sebenarnya bermula dari sekedar menjadi obat
kejenuhan dalam keseharian setelah menjalani kewajiban sebagai petani
atau pedagang. Karapan Kambing ini merupakan perlombaan yang digelar
setiap satu tahun sekali.
Sama seperti halnya karapan sapi, kambing-kambing ini menggunakan
kaleles (rangka kayu yang diikatkan ke badan kambing), lalu kemudian
diadu kecepatan dengan lawan pasangan lainnya. Dalam Karapan Kambing,
kambing-kambing yang dilombakan tidak dibedakan berdasarkan ukurannya
baik besar atau kecil. Semua kambing yang diperlombakan adalah kambing
dengan jenis kelamin betina.
Ketika berada di arena perlombaan, kambing-kambing ini dilengkapi
dengan beberapa peralatan. Beberapa peralatan yang digunakan diantaranya
adalah jepitan telinga kambing, rekeng (sejenis bandulan tapi terpaku),
kaleles, kalonongan (terbuat dari keleng kecil biasanya bekas dari
korek api. Dan peralatan yang terpenting sebenarnya adalah balsam dan
minyak angin. Karena pada beberapa bagian tubuh kambing akan dilumuri
balsem dan minyak angin sehingga kambing tersebut akan merasakan
kepanasan dan akan berlari kencang sekuat tenaga.
Ciri dari kambing karapan yang bagus terletak pada bentuk kepala yang
cenderung kecil, badan lurus, pangkal kaki depan tampak besar, posisi
badan seperti nungging, usia minimal 3 bulan dan belum beranak. Postur
yang demikian sering menjadi pemenang dalam perlombaan karapan kambing
ini.
- Petik Laut
Tradisi Sya’banan. Tradisi ini berasal dari masyarakat yang bertujuan
untuk menyambut hadirnya bulan puasa. Biasanya pada tanggal 15 bulan
Sya’ban (15 hari sebelum bulan puasa tiba) masyarakat hadir dengan
membawa makanan dan bersuka cita sambil duduk-duduk di tepian pantai
menikmati panorama laut yang tertimpa sinar bulan purnama. Tradisi
seperti ini sudah dilakukan oleh masyarakat setiap tahun. Sehubungan
dengan tradisi itu diadakan lomba balap perahu (Petik Laut).
Setiap tahunnya para nelayan yang tergabung di dalam Paguyuban
Nelayan selalu mengadakan kegiatan ritual yang telah ditetapkan menjadi
event tahunan oleh Pemerintah Kota Probolinggo yaitu kegiatan Petik Laut
ini. Kegiatan ini melambangkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME
atas rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umat. Selain itu kegiatan ini
bertujuan untuk tetap melestarikan budaya gotong-royong dan kebersamaan
yang telah diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur sehingga
menjadi tradisi di daerah sepanjang pesisiran pantai kota Probolinggo.
- Perahu Hias
Lomba Perahu Hias merupakan tradisi masyarakat pesisiran pantai kota
Probolinggo yang secara beriringan untuk berlomba menghias kapal atau
perahu dengan bermacam-macam hiasan yang menarik. Lomba ini selalu mampu
menarik minat para wisatawan baik wisatawan domestik maupun
mancanegara. Kegiatan ini telah menjadi event tahunan dan
diselenggarakan bertepatan dengan hari jadi Kota Probolinggo pada
tanggal 4 September.
sumber:
http://soeherman-cintabudayakotaprobolinggo.blogspot.com/
Uniknya Batik Manggur Khas Kota Probolinggo
Satu lagi keunikan datang dari Kota Probolinggo. Tidak seperti di
daerah lain pada umumnya, batik khas Kota Probolinggo bercorak Manggur
atau lebih jelasnya Mangga dan Anggur.
Sebagai salah satu ikon Kota Probolinggo, buah Mangga dan Anggur
menjadi identitas bagi para pengrajin batik di kota yang terkenal
sebagai Bayuangga (Bayu, Angin, Anggur dan Mangga).
Sejarah tentang Batik Manggur dimulai pada tahun 1883, yang ditandai
dengan pameran khusus Batik Probolinggo di Amsterdam Belanda dengan
total 150 motif.
Batik Khas Kota Probolinggo dengan motif yang terkesan alami, diambil
dari motif-motif yang bernuansa alam seperti motif Anggur, Mangga,
Bayu, dan Angin, atau perpaduan dari unsur keempatnya, sehingga
memberikan nuansa alami dan khas bagi para penggemar kain atau pakain
batik.
Batik Khas Kota Probolinggo mempunyai nuansa keunikan seperti motif
Anggur dan Mangga, karena Anggur dan Mangga ini merupakan salah satu
ciri khas Kota Probolinggo.
pembuatan corak atau motif Batik Khas Kota Probolinggo harus
menguasai tekhnik pembuatan batik secara manual atau batik tulis dengan
nuansa alami seperti unsur Bayu, Angin, Anggur dan Mangga (Bayuangga),
sehingga batik mempunyai corak khas dan berbeda dengan batik-batik yang
lain.
Batik Khas Kota Probolinggo yang asli dibuat secara tradisional atau
jenis batik tulis yang bermoif alamiah, cara pembuatannya yaitu dengan
cara menggambar batik, terus memakai malam, setelah itu diwarnai sesuai
dengan motif. Kalau mangga biasanya berwarna hijau, kalau Anggur pakai
warna ungu dan memakai water glass, dicuci rebus, kemudian dicuci
memakai air hangat dan dikeringkan
“Batik Khas Kota Probolinggo, ini sepenuhnya didorong oleh Pemkot
Probolinggo untuk berkembang dan menjadi salah satu identitas Kota
Probolinggo, yang diakui masyarakat Indonesia